Saturday, February 28, 2015

Book Review: Sabtu Bersama Bapak - Adhitya Mulia

Judul:
Sabtu Bersama Bapak

Penulis:
Adhitya Mulya

Jumlah Halaman:
275

Rating:
2 / 5




Blurb:

“Hai, Satya! Hai, Cakra!” Sang Bapak melambaikan tangan.

“Ini Bapak.
Iya, benar kok, ini Bapak.
Bapak cuma pindah ke tempat lain. Gak sakit. Alhamdulillah, berkat doa Satya dan Cakra.





Mungkin Bapak tidak dapat duduk dan bermain di samping kalian.
Tapi, Bapak tetap ingin kalian tumbuh dengan Bapak di samping kalian.
Ingin tetap dapat bercerita kepada kalian.
Ingin tetap dapat mengajarkan kalian.
Bapak sudah siapkan.



Ketika punya pertanyaan, kalian tidak pernah perlu bingung ke mana harus mencari jawaban.
I don’t let death take these, away from us.
I don’t give death, a chance.



Bapak ada di sini. Di samping kalian.
Bapak sayang kalian.”



Ini adalah sebuah cerita. Tentang seorang pemuda yang belajar mencari cinta. Tentang seorang pria yang belajar menjadi bapak dan suami yang baik. Tentang seorang ibu yang membesarkan mereka dengan penuh kasih. Dan…, tentang seorang bapak yang meninggalkan pesan dan berjanji selalu ada bersama mereka.

Review:
Two and a half stars, but I decided to round it down..

Buat saya, sebuah lagu yang bagus bukan melulu perkara suara penyanyinya yang indah; lagu yang bagus juga dinilai dari musik serta lirik. Saya, terutama, sangat memberi penilaian lebih untuk lagu-lagu yang berlirik indah. The same goes with the book. Jika amanat cerita yang bagus dapat dianalogikan sebagai suara penyanyi yang indah, musik dan lirik dari sebuah lagu dapat dianalogikan sebagai plot dan teknik penulisan. Sabtu Bersama Bapak ini seperti lagu yang dinyanyikan oleh penyanyi bersuara indah, tetapi dengan lirik-lirik lagu yang dangkal. 

Saya seharusnya sudah tahu ketika hype dari buku ini sudah mulai berdengung di Goodreads tahun lalu. Kebanyakan teman-teman saya memberikan pujian untuk buku ini, dan ketika teman baik saya juga selalu merekomendasikan buku ini pada saya. Akhirnya saya memutuskan untuk mencoba membaca buku ini meski tebersit sedikit rasa curiga dengan ekspektasi yang saya bangun. Lagi pula, sejauh ini saya lumayan sering tidak setuju dengan pendapat orang-orang lain akan suatu buku. Saya khawatir Sabtu Bersama Bapak ini akan overrated.

Dan saya benar. 

Benar. Mungkin nilai amanatnya dan kalimat-kalimat original yang ditulis Mas Adhitya Mulya ini bagus dan mengena dan quotable. Hands down saya setuju banget sama itu. Tapi, kalau saya menilai buku hanya dari berapa banyak kalimat dan amanat quotableyang bisa saya temukan dalam sebuah buku, saya sudah menjadikan buku Pendidikan Kewarganegaraan kelas 4 SD sebagai buku favorit saya karena taburan amanat yang ada di dalamnya. Lagi pula, Sabtu Bersama Bapak ini terkesan sangat preachy, dan jika ada satu hal yang paling saya benci dari sebuah buku fiksi, hal itu adalah preachiness(view spoiler) Yah, amanat mungkin penting, tetapi mbok ya dibikin agak subtle dikit. Saya sudah punya Alkitab dan buku kewarganegaraan untuk memberikan amanat. 

Meski, yeah, saya akui pesan-pesannya sangat bagus dan membuat saya sadar bahwa saya harus menjadi seorang ayah yang baik. Saya pasti akan mengaplikasikan beberapa tips dari buku ini suatu saat nanti. Itu sebabnya mengapa untuk buku self-help ini adalah buku yang bagus, tetapi tidak untuk buku fiksi. 

Soal plot. Well, saya jadi ingat kenapa Boyhood kalah di penghargaan Oscar. Boyhood, meskipun dibuat selama dua belas tahun, pada dasarnya tidak memiliki plot dan konflik yang ditawarkan hanyalah konflik sehari-hari. Sabtu Bersama Bapak juga mungkin bisa dikatakan serupa. Analoginya begini. Kita mau bepergian dari Bandung ke Bogor. Plot itu ibaratnya jalur yang ditempuh agar kita bisa sampai ke Bogor alias plot. Kita mau lewat Puncak atau tol Cipularang masing-masing pasti memiliki keunikan masing-masing. Plot yang baik menyetir ceritanya menuju ke satu tujuan. Sabtu Bersama Bapak tidak seperti itu. Sabtu Bersama Bapak lebih seperti fragmen, dengan hidden agendauntuk menyelipkan kalimat-kalimat cantik dan amanat-amanat bijaksana sehingga fragmen ini kesannya tidak saling menyambung dan sedikit memaksa. Plot dalam Sabtu Bersama Bapak ini, kalaupun ada, menurut saya kurang baik. Ini hal yang fatal bagi sebuah buku fiksi dan itu sebabnya mengapa saya tidak memberikan banyak bintang. 

Dari segi teknik penulisannya, saya suka Mas Adhitya menulis dengan kalimat-kalimat yang lugas, dan bahkan kalimat quotable-nya pun ditulis dengan sangat denotatif dan lugas, tidak dengan purple prose. Beberapa masih ada typo. Satu hal yang saya kurang pahami adalah tone dari cerita ini menurut saya kurang jelas. Dengan tema keluarga seperti ini, saya mengharapkan cerita ini akan serius, tetapi santai dengan humor-humor ringan ala keluarga, tetapi saya justru merasa Sabtu Merasa Bapak ini penuh dengan lelucon innuendo yang tidak aman, serta lelucon-lelucon garing yang sangat dipaksakan. No, really, trust me I am easy to amuse even with shallow jokes. Tapi kalau leluconnya dipaksakan, itu tidak akan berhasil buat saya. Apalagi dengan catatan kaki dan komentar-komentar yang tak penting itu. Catatan kaki itu mengganggu karena tidak jelas dari siapa. Narator? Kalau iya, naratornya sangat mengesalkan. Sebagai contoh, saya ambil contoh dari The Amulet of Samarkand atau dari The Screaming Staircaseyang ditulis oleh orang yang sama. Keduanya menyelipkan catatan kaki yang luar biasa menghibur, dan keduanya juga jelas ditulis oleh siapa. Menurut saya, catatan kaki di Sabtu Bersama Bapak ini tidak jelas dang sangat mengganggu. 

Satu pesan terakhir ditulis oleh review dari: Deni Oktora dihttps://www.goodreads.com/review/show... 
Nah lucunya adalah disini. Bagaimana bisa pak Gunawan memberikan contoh mengenai steve jobs dan ipod pada tahun 1992 sementara Jobs baru menciptakan iPod seri pertama pada tahun 2000.
It shows how important research and consistency is

Secara keseluruhan, well, Sabtu Bersama Bapak adalah buku self-help yang sangat bagus dengan amanat untuk menjadi seorang ayah yang baik serta nilai-nilai keluarga yang diselipkan. As a fiction? Well, I don't think so.

No comments:

Post a Comment